RadarInterpol.com, Jakarta — Klaim dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengenai adanya operasi militer skala besar di Wamena, Papua Pegunungan, dibantah keras oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). OPM sebelumnya menuduh TNI melakukan operasi udara dan darat di wilayah sipil dan pengungsian, bahkan menuding adanya interogasi terhadap warga Papua berdasarkan ciri fisik dan atribut budaya mereka.
Menyikapi tudingan tersebut, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada operasi militer ofensif seperti yang dituduhkan OPM. Ia menjelaskan bahwa aktivitas TNI di Wamena adalah patroli rutin yang bertujuan untuk menjaga keamanan warga dari kelompok bersenjata. Kristomei juga menegaskan bahwa tuduhan TPNPB adalah disinformasi dan propaganda semata, yang seringkali dilancarkan kelompok separatis saat merasa terdesak.
Sebelumnya, Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, menuduh militer Indonesia mengerahkan empat drone untuk operasi udara dan melakukan penyisiran dari rumah ke rumah di wilayah yang diidentifikasi sebagai basis OPM di Wamena. OPM mengklaim bahwa selama operasi darat tersebut, yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 15.00 waktu setempat, aparat menangkap dan menginterogasi warga sipil yang mengenakan atribut budaya seperti rambut gimbal dan gelang dengan simbol bintang kejora. Mereka juga menuduh aparat menyita panah, melarang penggunaan ponsel untuk dokumentasi, dan secara sepihak mengambil foto penduduk di Pasar Potikelek.
Atas dasar tuduhan ini, TPNPB mendesak Presiden Prabowo Subianto, Panglima TNI, dan Kapolri untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai intimidasi terhadap warga sipil. Lebih jauh, mereka mengeluarkan peringatan dan ancaman akan melakukan tindakan balasan terhadap semua imigran Indonesia di Wamena jika operasi tersebut terus berlanjut, mendesak mereka untuk segera meninggalkan area tersebut.
TNI terus mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi, terutama yang disebarkan oleh kelompok-kelompok yang memiliki agenda tertentu. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik, terutama di tengah situasi yang rentan terhadap penyebaran berita palsu. Konflik narasi ini menyoroti kompleksitas situasi di Papua, di mana informasi dan persepsi memegang peranan penting dalam dinamika keamanan dan kemanusiaan.


							













